Design a site like this with WordPress.com
Get started

Pemuda adat khawatir keberlangsungan warga asli Port Numbay

Jayapura, Jubi – Ketua Pemuda Adat Port Numbay, Kota Jayapura, Rudi Mebri, khawatir akan keberlangsungan suku-suku asli di ibu kota Provinsi Papua itu.

Ia mengatakan hasil penelitian pihaknya bersama Yayasan Konsultasi Independen Rakyat (KIPRA) Papua pada 2014 silam, populasi orang Port Numbay hanya sebanyak 9.456 jiwa.

Menurutnya, jumlah ini sudah termasuk orang Port Numbay yang berada di daerah lain di Papua, di luar Papua, dan beberapa negara.

“Orang Port Numbay di Kota Jayapura, khusus di 25 kelurahan dan 14 kampung, ada sekitar enam ribu lebih, dan yang berada di daerah lain ada sekitar tiga ribu lebih,” kata Rudi Mebri kepada Jubi, Selasa (29/6/2021).

Katanya, diprediksi 25 tahun mendatang orang asli Port Numbay akan semakin minoritas. Jumlah mereka dalam setiap kampung diperkirakan hanya akan berkisar lima orang.

“[Begitu juga dalam berbagai posisi], posisi pemerintahan kah, swasta kah, maupun apapun, hanya lima dan itu sangat sulit [bagi kami],” ujarnya.

Mebri berpendapat mesti segera ada upaya memproteksi keberlangsungan orang asli Port Numbay. Upaya proteksi ini ada pada kepala daerah.

Katanya, kepala daerah mesti mengambil kebijakan ekstrim menjaga populasi warga asli Kota Jayapura.

“Sepanjang tidak menggunakan kebijakan ekstrim itu, sangat sulit untuk menterjemahkannya, karena belum tentu OPD-OPD di bawah ini akan melaksanakan apa yang dia (kepala daerah) sampaikan,” ucapnya.

Baca juga: 110 tahun Kota Jayapura, quo vadis orang Port Numbay?

Data Yayasan Konsultasi KIPRA Papua menyebutkan 9.594 orang asli Port Numbay pada 2013. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari 3.087 orang yang tinggal di Jayapura, 2.874 di luar Jayapura, dan 3.633 lainnya di 14 kampung.

Lima tahun kemudian atau pada 2018, menurut Data Yayasan Anak Dusun Papua (Yadupa) dan Generasi Muda untuk Hak Adat (Gempha), Agustus-Oktober 2018, penduduk asli Port Numbay sebanyak 11.949 dari 293.690 penduduk Kota Jayapura.

Sedangkan penduduk asli Port Numbay dan Papua lainnya sebanyak 95.758 pada 2014, atau hanya 35 persen penduduk asli Papua, termasuk Port Numbay yang hanya 2 persen, dan 169.629 penduduk, termasuk orang asli Port Numbay pada 2014.

Baca juga: Orang Port Numbay makin minoritas

Antropolog Universitas Cenderawasih (Uncen), Andro Lukito, beberapa waktu lalu berpendapat orang Port Numbay mengalami shock culture sejak Perang Dunia II (1942-1945). Sebab sejak itu Jayapura menjadi basis militer Amerika Serikat bersama sekutunya.

Dalam kajian Lukito, orang Tabi (termasuk Port Numbay) merupakan masyarakat semi peramu, semi nelayan, dan semi peladang. Mereka juga termasuk karakter apolonia jika merujuk antropolog Benedict.

Karakter apolonia menjadikan orang Tabi suka berdamai, berkelompok, dan memberi ruang kepada kelompok lain (migran), sehingga lama-kelamaan tersingkir.

Menurut Lukito, ondoafi harus diangkat menjadi legislator, entah dewan penasehat atau apapun di legislator, sebagai bentuk penghargaan terhadap pimpinan adat.

“Yang jadi persoalan, kalau mereka tidak dihargai,” kata Lukito ketika itu.

Katanya, pada 1982-1983, mereka sebagian di teluk (Kayu Batu, Kayu Pulau, Dormo) ditransmigrasikan ke Koya pada zaman Barnabas Youwe. Mereka ketika itu, karena karakter apolonia, rela berpindah ke tempat lain hanya karena kebaikan pada orang lain.

Menurutnya, maka dari itu, mereka harus diproteksi, diberdayakan, dan harus ada keberpihakan khusus yang dibuat oleh Kota Jayapura.

“Dia (orang Tabi) bangun hubungan sosial. Ketika terjadi apa-apa mereka (hubungan sosial) yang tolong dia. Safety needs bermain ketika dia sudah membangun social needs,” katanya.

Lukito berpandangan orang Port Numbay harus diperkuat di kampung-kampung, dengan mengangkat identitasnya melalui kebijakan afirmatif dan pendidikan karakter. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Blog at WordPress.com.

Up ↑